Kamis, 09 Desember 2010

Sejarah Purbalingga*

Sejarah Purbalingga berawal dari seorang tokoh yang menurut sejarah menurunkan tokoh-tokoh Bupati Purbalingga yaitu Kyai Arsantaka.

Kyai Arsantaka yang pada masa mudanya bernama Kyai Arsakusuma adalah putra dari Bupati Onje II. Sesudah dewasa diceritakan bahwa kyai Arsakusuma meninggalkan Kadipaten Onje untuk berkelana ke arah timur dan sesampainya di desa Masaran (Sekarang di Kecamatan Bawang, Kabupaten Banjarnegara) diambil anak angkat oleh Kyai Wanakusuma yang masih anak keturunan Kyai Ageng Giring dari Mataram.

Pada tahun 1740 – 1760, Kyai Arsantaka menjadi demang di Kademangan Pagendolan (sekarang termasuk wilayah desa Masaran), suatu wilayah yang masih berada dibawah pemerintahan Karanglewas (sekarang termasuk kecamatan Kutasari, Purbalingga) yang dipimpin oleh Tumenggung Dipayuda I.

Banyak riwayat yang menceritakan tenang heroisme dari Kyai Arsantaka antara lain ketika terjadi perang Jenar, yang merupakan bagian dari perang Mangkubumen, yakni sebuah peperangan antara Pangeran Mangkubumi dengan kakaknya Paku Buwono II dikarenakan Pangeran mangkubumi tidak puas terhadap sikap kakanya yang lemah terhadap kompeni Belanda. Dalam perang jenar ini, Kyai Arsantaka berada didalam pasukan kadipaten Banyumas yang membela Paku Buwono.



Dikarenakan jasa dari Kyai Arsantaka kepada Kadipaten Banyumas pada perang Jenar, maka Adipati banyumas R. Tumenggung Yudanegara mengangkat putra Kyai Arsantaka yang bernama Kyai Arsayuda menjadi menantu. Seiring dengan berjalannya waktu, maka putra Kyai Arsantaka yakni Kyai Arsayuda menjadi Tumenggung Karangwelas dan bergelar Raden Tumenggung Dipayuda III.

Masa masa pemerintahan Kyai Arsayuda dan atas saran dari ayahnya yakni Kyai Arsantaka yang bertindak sebagai penasihat, maka pusat pemerintahan dipindah dari Karanglewas ke desa Purbalingga yang diikuti dengan pembangunan pendapa Kabupaten dan alun-alun.


Nama Purbalingga ini bisa kita dapati didalam kisah-kisah babad. Adapun Kitab babad yang berkaitan dan menyebut Purbalingga diantaranya adalah Babad Onje, Babad Purbalingga, Babad Banyumas dan Babad Jambukarang. Selain dengan empat buah kitab babat tersebut, rekonstruksi sejarah Purbalingga, juga dilakukan dengan melihat arsip-arsip peninggalan Pemerintah Hindia Belanda yang tersimpan dalam koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia.

Menurut sejarahnya, Purbalingga ternyata pernah menduduki peranan penting pada masa kejayaan kerajaan tempo dulu. Nama Purbalingga erat dengan kisah kejayaan Kerajaan Majapahit, Demak, Pajang, dan Mataram. Kelima kerajaan itu secara bergantian pernah menguasai Purbalingga sebagai wilayah dudukan.

Hal ini dibuktikan dengan kentalnya pengaruh kebudayaan pada masa itu terhadap sistem kebudayaan masyarakat Purbalingga. Pengaruh tersebut masih dapat dijumpai hingga sekarang. Ada yang berwujud peninggalan benda purbakala (artefak), berupa seni tradisi, sistem religi (upacara adat), dan sebagainya.

Bukti-bukti lain yang berwujud dokumen literer, diantaranya berupa serat atau sastra babad. Sastra Babad masuk dalam genre sastra sejarah yang berkembang di Jawa, Bali, Madura, dan Lombok. Di Sumatera, Kalimantan dan Malaysia disebut dengan istilah hikayat, dan silsilah. Atau Tambo di Padang dan Lontara di Sulawesi Selatan.

Sejarah Purbalingga terdokumentasi dalam 4 (empat) babad berbeda.

Pertama,
Babad Onje milik S Warnoto - dulu menjabat Carik atau Sekdes Onje, Kecamatan Mrebet- Purbalingga.

Kedua,
Babad Purbalingga, koleksi perpustakaan Museum Sonobudaya Yogyakarta.

Ketiga,
Babad Jambukarang yang diterbitkan Soemodidjojo Mahadewa Yogyakarta tahun 1953.

Keempat,
adalah Babad Banyumas yang tersimpan di Museum Sonobudaya Yogyakarta.

Berdasarkan bukti literer itulah kemudian sejarah Kabupaten Purbalingga direkontruksi. Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Universitas Gajah Mada (UGM) yang ditunjuk pemkab Purbalingga untuk melakukan penelitia, membandingkan kata ke-empat babad itu dengan arsip peninggalan Pemerintah Hindia Belanda yang disimpan dalam koleksi Arsip Nasional RI.

Hasilnya disimpulkan (disepakati) bahwa hari jadi Purbalingga jatuh pada tanggal 18 Desember 1830.
Hari jadi Kabupaten Purbalingga telah ditetapkan melalui Peraturan daerah (Perda) No. 15 tahun 1996, tanggal 19 November 1996 yang jatuh pada tanggal 18 Desember 1830 atau 3 Rajab 1246 Hijriah atau 3 Rajab 1758 Je.

Selanjutnya hari jadi itu diberi candrasengkala "Anggelar Pakarti Sumujuding Hyang Wisesa (1758) dan suryasengkala "Sireping Rananggana Hangesti Praja (1830). / (Hr/RSP)


*Dirangkum dari Buku Sejarah lahirnya Kabupaten Purbalingga (Kerjasama Pemda Kab Dati II
Purbalingga dengan LPM UGM / 1997) dan Buku Kilas Sejarah Purbalingga (Tri Atmo / 2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar